“Seberapa Capek Jadi Orang Tua dan Cerita Lainnya”
Penulis : Dian Nofitasari, Vira Luthfia Annisa, Nailal Fahmi, Wrini Harlindi,
Jessica Valentina, dkk
Penyunting : Kartika Wijayanti & Willy Satya Putranta
Penerbit : Lingkarantarnusa – Yogyakarta (Cetakan Pertama Juni 2017)
Jml.halaman: x +214 halaman
“The mother’s job is done by the best amateur in the world” begitulah satu kutipan yang diucapkan salah satu tokoh dalam serial dorama Jepang ketika temannya—yang adalah seorang ibu satu anak yang saat itu terancam perceraian—merasa tidak cukup percaya diri ketika berhadapan dengan para profesional. Kutipan ini teringat kembali ketika membaca kumpulan cerita para orang tua tangguh dalam buku “Seberapa Capek Jadi Orang tua dan Cerita Lainnya” terbitan Lingkarantarnusa. Berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya, tidak ada pelatihan atau sekolah khusus untuk para orang tua yang kelak bisa mencetak mereka menjadi (orang tua) profesional. Semua adalah amatir ketika pertama kali dianugerahi gelar ayah dan ibu, semua belajar dengan praktik langsung—tidak ada percobaan apalagi coba-coba. Maka, pasti akan selalu ada kisah menarik dan unik dari tiap orangtua ketika berhadapan dengan anak-anaknya.
Beruntung 16 penulis bersedia berbagi pengalamannya melalui buku ini. Beberapa membuat saya trenyuh dan ikut terharu, yang lain sukses memecah tawa hingga merinding seakan berada di posisi yang sama seperti si penulis. Pengalaman yang mirip mengingatkan saya bagaimana polah anak semata wayang saya yang kadang begitu pengertian, kadang lucu, ‘konyol’ (setidaknya bagi saya :p) dan sangat menghibur tapi tak jarang juga mengesalkan. Pengalaman unik lainnya dari penulis membuat saya kagum dan semakin yakin bagaimana sosok-sosok orang tua—dengan segala kelebihan dan kekurangannya—selalu berjuang menjadi orang tua yang mampu memahami anak-anaknya. Ya, setiap orang tua pasti ingin menjadi support system bagi anak-anaknya bukan?
“Seberapa Capek Jadi Orang Tua dan Cerita Lainnya” berisi 25 kisah para orang tua. Meski ditulis dengan gaya penulisan yang berbeda, namun semua kisah diceritakan dengan lugas dan inspiratif. Mengapa saya katakan inspiratif? Saya membayangkan para penulis begitu khusyuk menjelajahi ingatannya ketika menulis cerita-cerita ini. Memilih dan menulis satu atau beberapa kisah dari sekian banyak pengalaman yang dialami bersama anak-anak mereka tentu bukan perkara mudah. Saya yakin semua layak dikenang.
Dalam kisah berjudul “Bincang-bincang Bocah”, penulis berhasil mereka ulang percakapan dan pertanyaan ‘nyeleneh’ anak-anaknya yang sukses membuat saya juga ikut tertawa dan berpikir, “hmm..bener juga ya!” (sambil mengelus dagu). Kisah “Mathpobia” cukup menyentil saya yang terkadang seringkali ga sabaran dan akhirnya hanya bikin anak terluka (Duh ga lagi-lagi deh!). Ada lagi sharing tentang “Bijak Mengatur Uang Saku” dan “Cermin Ajaib” yang cukup menginspirasi buat saya dan tak kalah menarik lagi kisah-kisah tentang memiliki anak indigo. Kisah berjudul “Menurutku, Bubu Luar Biasa” membuat saya terharu sekaligus membuat saya teringat saat saya juga mengalami situasi sulit, penghiburan terbesar justru keluar dari bibir si kecil. Dari sini ternyata sebenarnya bukan hanya orang tua yang berjuang untuk bisa memahami anak-anaknya, tapi anak-anak juga berjuang memahami orang tuanya.
Membaca kisah-kisah ini seperti sedang ngobrol dengan sahabat-sahabat saya, para orang tua seakan menandaskan kalau kita—para orang tua—tidak pernah sendiri, orang tua lain juga mengalami hal yang sama. Tidak ada orang tua profesional dan pekerjaan orang tua yang ‘sulit’ itu toh pelan-pelan bisa dilakukan dan terlewati dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Pengalaman dan proses yang unik semakin memperkaya ‘perjuangan’ kita—para amatiran. Apa tah yang lebih menyenangkan dan melegakan selain bisa berbagi dan mendengar kawan bercerita?